Kamis, 20 Oktober 2011

CARA PEMANFAATAN LAHAN KRITIS

Indonesia sebagai negara agraris harus memperhatikan sumberdaya alam sebagai aset yang sangat berharga dan harus diperhatikan kelestariannya. Pada dekade terakhir, sumber daya alam tersebut menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin kuat. Alih fungsi lahan setiap tahun sering mengarah pada lahan pertanian yang produktif. Lahan yang telah dialih fungsikan berkisar antara 20.000-22.637 ha/tahun di Jawa dan 13.400-27.633 ha/tahun di Jawa dan Bali. Hal yang sama juga terjadi di tempat-tempat lain dengan porsi peruntukkan lahan yang berbeda.
Di Kota Padang, sampai tahun 1988 sebahagian besar (60,28%) dari lahan yang efektif untuk budidaya telah beralih fungsi menjadi lahan terbangun dan 70% dari lahan terbangun itu adalah untuk perumahan. Karena alih fungsi lahan tersebut sebaiknya lebih selektif sesuai dengan kemampuannya.
Sistim pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengolahan yang sesuai. Apabila lahan tidak digunakan dengan tepat, produktivitas akan cepat menurun dan ekosistem menjadi rusak. Penggunaan lahan yang tepat akan memberi manfaat untuk pemakai pada masa kini dan generasi penerus dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya.
Pemanfaatan lahan yang tidak melaksanakan kaidah-kaidah konservasi mengakibatkan terjadi kemunduan kesuburan tanah dan menjadi lahan kritis. Dari beberapa daerah kritis ini masih ada yang berprospek baik untuk direhabilitasi kembali dengan tanaman tahunan yang dipanen tidak dengan tebang pohon karena sifat tanah sangat memungkinkan seperti drainase baik dan kedalaman efektif dalam.
Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kemerosotan kesuburannya atau lahan yang dalam proses kemunduran kesuburan baik secara fisik maupun kimia dan biologi. Berdasarkan tingkat kerusakannya, lahan kritis dapat dikelompokkan menjadi lahan kritis potensial, lahan semi/hampir kritis dan lahan kritis.
Terjadinya lahan kritis disebabkan antara lain oleh 7 (tujuh) faktor yang disingkat dengan PASEMIS. Artinya, P=Pengurasan kesuburan ( perladangan berpindah/ penebangan hutan tidak terkendali, pemupukan yang tidak memadai; A=Api/pembakaran yang tidak terkontrol; S=Sapi (pengembalaan ternak secara lepas dan berlebihan); E=Erosi, hanyutnya tanah termasuk lonsor; M=Modal kurang/miskin; I= Ilmu/informasi kurang; dan S=Sosial/faktor dan status tanah yang komplek, kesadaran dan motivasi kurang.
Penebangan hutan yang tidak terkendali yang diikuti perladang berpindah akan berakibat; (a) Lahan terbuka, sehingga butiran hujan akan langsung menerpa tanah dan butiran tanah akan hancur dan terlepas; (b) Aliran permukaan akan menghanyutkan butiran tanah yang terlepas, sekaligus membawa humus dan unsur hara; (c) Hanyutnya butiran tanah, humus dan unsur hara akan menurunkan kesuburan tanah; dan (d) Pengelolaan lahan dengan tanaman yang sama terus menerus tanpa adanya usaha mengembalikan unsur hara yang terbawa dari hasil panen akan mengakibatkan pengurasan hara tertentu yang akan mengganggu  keseimbangan hara dalam tanah, hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Api/ pembakaran yang tidak terkontrol terutama dalam persiapan lahan akan mengakibatkan: (a) Hilangnya sumber bahan organik dan humus tanah; (b) Terganggunya kehidupan dan kegiatan jasad renik; (c) Hilangnya unsur hara tertentu seperti Nitrogen; dan (d) Menurutnya fungsi penyimpangan dan penyediaan air serta hara.
Sapi (pemeliharaan ternak yang dilepas di daerah lereng serta populasi yang cukup banyak) akan menyebabkan tanah dan rumput penutup tanah rusak dan terlepas sehingga mudah dihanyutkan aliran permukaan. Disamping itu ternak lepas juga akan merusak tanaman pertanian da penghijauan.
Erosi merupakan peristiwa pelepasan butiran tanah dan pengangkutan butiran tanah oleh air dan angin. Erosi tanah mirip dengan merantau, hanya saja tanah yang merantau tidak pulang atau kembali ketempat semula. Erosi yang tidak terkendali mengakibatkan; (a) Hilangnya lapisan atas tanah; (b) Hanyutnya unsur hara tanah; (c) Terjadinya pendangkalan sungai, waduk dan muara suangai; dan (d) Polusi lingkungan akibat bahan beracun yang terakumulasi.
Modal yang kurang akan mempengaruhi kemampuan petani untuk membeli saprodi usahataninya, terutama pupuk. Kurangnya pupuk yang diberikan maka akan terjadi pengurasan hara setia panen. Hal ini akan mempercepat mundurnya kesuburan tanah, sehingga secara perlahan-lahan akan menjadi kritis.
Ilmu/informasi yang kurang menyebabkan lahan dikelola secara tradisional atau seadanya, sehingga produktivitas menjadi berkurang. Bahaya kemunduran kesuburan akan semakin tinggi akibat kurang tepatnya pengelolaan tanah dan tanaman, terutama dalam usaha menekan erosi dan pengembalian biomas/sisa tanaman.
Sosial/faktor dan status tanah yang komplek, kesadaran dan motivasi yang kurang juga akan mempercepat lahan menjadi kritis. Tanah ulayat/tanah nagari sering tidak dikelola secara baik. Ini disebabkan banyak hal, terutama kekurangan tenaga penggarap, sehingga lahan tersebut dibiarkan terbuka. Belum adanya aturan yang jelas tentang pembagian hasil bila seseorang menanam tanaman keras/ tahunan pada tanah ulayat/nagari sehingga penggarap hanya mau menanam tanaman semusim. Secara umum, tanah ulayat dan nagari ini mempunyai kelerengan yang tajam yang selalu terancam erosi dimusim hujan bila tidak ada tanaman tahunan sebagai pengendali erosi.
Dalam upaya penganggulangan lahan kritis diperlukan upaya konservasi lahan. Konservasi lahan adalah usaha pencegahan kerusakan, memperbaiki kerusakan, pemeliharaan dan mempertahankan kesuburan lahan serta meningkatkan kesuburan lahan. Perbaikan lahan kritis melalui tindakan konservasi telah banyak dilaksanakan di Indonesia. Khusus di Sumatera Barat, telah dilakukan beberapa pengujian dan demonstrasi plot kerjasama antara GTZ dan BAPPEDA Propinsi Sumatera Barat melalui proyek  Pro RLK yang juga bekerjasama dengan PUSLITTANAH dan BPTP Sumatera Barat dengan teknologi SEBAR FOS. Teknologi Sebar Fos terdiri dari beberapa komponen, antara lain: (1) pembuatan kontur, (2) pengolahan tanah menurut kontur; (3) Penanaman tanaman pohon; (4) pergiliran tanaman; (5) penambahan pupuk organik, an organik dan kapur; (6) pengembalian sisa tanaman/jerami; (7) pembuatan lobang penahan/penampung air hujan.
Dari penerapan teknologi Sebar Fos terlihat bahwa pengelolaan lahan kritis dengan menerapkan aspek konservasi memberikan hasil yang lebih baik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman dan juga meningkatkan kesuburan tanah. Penerapan teknologi Sebar Fos memberikan rata-rata hasil berkisar 40-50% lebih tinggi dibandingkan teknologi petani. Pengaturan dan kemauan petani dalam mengolah lahan kritis juga berpengaruh terhadap hasil tanaman, hal ini terlihat dari variasi hasil pada masing-masing petani kooperator.
Untuk menaggulangi lahan kritis diperlukan Usahatani Konservasi, yaitu model usahatani yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi. Untuk usahatani lahan kering paling tepat menggunakan/melibatkan tanaman pohon, yang memberikan beberapa keuntungan, yaitu: (a) Sebagai pendapatan jangka panjang (tabungan hijau); (b) Kesejukan, kesegaran, keindahan, dan kesehatan bagi manusia; dan (c) Perlindungan tanah dan air dari matahari dan hujan.
Beberapa tindakan memperkuat konservasi tanah dan air dapat dilakukan melalui: (a) Pengaturan pola tanam yang tepat; (b) Pengolahan tanah menurut kontur; (c) Gunakan Baha organic; (d) Letakkan sisa tanaman/mulsa sepanjang kontur; (e) Diversifikasi usahatani termasuk tanaman pohon; (f) Pemeliharaan  atau pembuatan hutan diatas lereng; (g) Perlindungan tanah dengan tanaman penutup tanah; dan (h) Ternak dikandangkan.

0 komentar: